Kisah pengabdian guru SM-3T:
M. Syaifullah Acc
SM-3T Penempatan Talaud
Twitter : @Acc_Syaiful
Pesawat jenis ATR
yang berangkat dari Manado ini akhirnya mendarat di Bandara Melonguane,
mengantarkan kami peserta SM-3T Angkatan III LPTK Universitas Negeri Jakarta
dan puluhan penumpang lain, yang sama-sama menaiki burung besi ini. Teringat
ketika pengumuman penempatan peserta SM-3T, nama-nama kami tidak tercantum dari
3 Kabupaten yang menjadi sasaran penempatan LPTK Universitas Negeri Jakarta
yaitu; Kabupaten Nunukan, Kabupaten Kupang dan Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Setelah sekira 10 menitan barulah selembar kertas yang terakhir ditempel di
papan pengumuman, dan ketika saya lihat ternyata untuk penempatan Kabupaten
Kepulauan Talaud, nama sayapun ada diantara 11 teman-teman yang lain. Memang
personel kami paling sedikit dari antara Kabupaten yang menjadi sasaran LPTK
UNJ. Ketika pertama kali mengetahui mendapat penempatan di Kepulaun Talaud, hal
yang pertama saya ingat adalah daerah ini berada persis berbatasan dengan
negara tetangga yaitu Philipina, dan ada satu pulau yang paling ujung utara
yang pernah disengketakan dengan negara tetangga tersebut yaitu pulau Miangas.
Okelah sergap saya, sembari tersenyum
dengan takdir yang sudah memilih saya, untuk berada selama satu tahun di tanah
Kepulauan Talaud yang masuk wilayah Provinsi Sulawesi Utara ini.
Ibu
Susan dari Dispora Kepulauan Talaud yang sebelumnya sudah bersua bersama kami
di Bandara Sam Ratulangi Manado mengintruksikan agar kami menuju mobil yang
sudah disediakan oleh Dinas setempat yang selanjutnya kami diantar ke gedung
Dispora untuk acara penyambutan, setelah selesai penyambutan dan penyerahan,
tak lama ibu Susan membacakan kecamatan dan sekolah yang akan kami tinggali,
selama setahun untuk berbagi ilmu kepada tunas-tunas bangsa di sini. Tiba
ketika nama saya di sebut dan mendapat penempatan di SD Negeri Riung Desa Riung
Kecamatan Tampan’amma dan ternyata saya tidak sendirian di sini saya berpartner
dengan Karsten Sollyardra. Ketika kepala sekolah SD Negeri Riung dipanggil
ternyata beliau tidak ada, akhirnya ibu
Susan meminta tolong kepada kepala sekolah SMP Negeri 1 Tabang untuk
mengantarkan kami ke desa Riung karena memang arahnya sama.
Saya
dan ke 4 teman lain satu mobil bersama kepala sekolah melaju ketempat
penugasan, saya melihat sebelah kiri dan kanan pepohonan yang rindang
dipercantik dengan indahnya pantai yang terlihat dari balik kaca mobil.
Perjalanan sangat lancar karena kondisi jalan sudah baik. Ketika diperjalanan
kami mengobrol dengan kepala sekolah seputar asal kami masing-masing dari mana
dan alumni universitas mana. Kening saya mengkerut ketika melihat HP dan tidak
ada sinyal Provider yang saya
gunakan, ternyata di Kepulauan Talaud hanya satu Provider yang bisa digunakan untuk berkomunikasi. Sesampainya di
Beo salah satu jantung perekonomian di Kepulauan Talaud, kami semua bergegas
membeli kartu baru untuk tetap bisa berkomunikasi dengan sanak keluarga di
kampung halaman. Kami beristirahat sejenak di sini sembari membeli air mineral,
setelah dirasa cukup perjalananpun dilanjutkan masih dengan suasana yang sama
rindangnya pepohonan membuat betah mata ini untuk tetap menatap keluar jendela
mobil.
Semakin menuju desa pengabdian,
jalanan terlihat ada yang berlubang dan membuat kamu bergoyang-goyang di dalam
mobil, dalam hati berguman ternyata belum merata pembangunan jalan di sini. Ternyata hanya di daerah kawasan ibukota kabupaten
yang jalanya bagus. Matahari sudah terlihat layu di ufuk barat menandakan sore
hari sudah menyambut kami. Tibalah kami di desa pertama penempatan dua teman
saya yaitu Yogi dan Iman di desa Tabang mereka menurunkan barang-barang bawaan
mereka dan menuju rumah kepala sekolah. Setelah selesai perjalananpun
dilanjutkan dengan medan jalan yang semakin lama semakin terasa goncangannya
karena buruknya jalan yang dilalui. Kanan dan kiri kami lihat tak ada rumah hanya
pohon kelapa yang menjulang tinggi yang kami temui serta pohon cengkih yang
memang dua komoditas ini adalah unggulan dari Kepulauan Talaud selain buah
Pala.
salah satu sudut penempatan desa kami
Sesampainya di
Desa Tua Batu kami diturunkan disini karena hari sudah mulai gelap. Desa saya
masih jauh dan bapak kepala sekolah menyerahkan kepada salah satu guru di sini,
untuk besok mengantarkan kami ke desa Riung. Desa Tua Batu adalah desa
pengabdian dari saudari Mirma, dia seorang diri yang di tempatkan di SD Negeri
Tua Batu. Saya membersihkan badan dengan segera karena badan terasa lengket
akibat perjalanan jauh, setelah selesai mandi dan sholat Isya kamipun di undang
kesekolah ternyata sedang ada acara perpisaha kaka-kaka kami dari SM-3T
Angkatan II LPTK Unesa, acara pada waktu itu sudah selesai, tinggal acara
hiburan joget bersama atau sering disebut empat
wayer. Ketika sedang duduk dan menyaksikan mereka yang sedang berjoget, ada
bapak-bapak yang menghampiri saya mengajak untuk ikut serta berjoget, terlihat
bapaknya seperti orang mabuk dan ternyata memang dia sedang mabuk, okelah saya
pun tak menolak ajakan beliau, walaupun sebenarnya dalam hati agak was-was
karena minuman keras yang selalu ia minum. Saat mengobrol dengan bapak ini,
diri saya merasa terganggu dengan bau alkohol yang sangat menyengat, karena
memang baru pertama kalinya saya mencium bau alkohol seperti ini. Beberapa saat
kemudian kami meminta izin untuk beristirahat duluan karena memang badan terasa
lelah karena perjalan panjang dari Jakarta langsung ke Kepulauan Talaud.
Sekira
pukul 10:00 WITA kami diantar oleh 4 orang pemuda dari desa Tua Batu hendak
mengantarkan kami ke Desa Riung menggunakan sepeda motor, dua motor untuk
tumpangan kami dan dua motor untuk barang bawaan kami. Jalan yang diawal bagus
lama-lama saya merasa jalannya seperti jalan ke kebun, hanya jalan tanah yang
kami lalui. Sesampainya di Desa Riung kami langsung di antar ke sekolah dan
ternyata sekolah saya berada di dataran yang agak tinggi sehingga dari sekolah
bisa terlihat luasnya samudera Pasifik yang membentang sejauh mata memandang.
Di sekolah sudah berkumpul dewan guru dan ternyata di sini ada guru SM-3T
Angkatan II dari LPTK UM yaitu; Mas Anjar dan Selvy, mereka merasa terkejut
dengan kedatangan kami dengan penampilan yang agak “ berbeda” karena rambut
kami berdua sangat tipis karena hanya 2 cm saja panjangnya, dan kamipun
terlihat terbakar kulitnya, karena memang sebelum kami berangkat ke penempatan
ada pra kondisi, dimana 4 hari terakhir prakondisi kami di godok oleh salah
satu tentara terbaik di dunia yaitu Kopassus.
Dewan
guru mempersilahkan kami untuk duduk, tak lama salah satu dewan guru membawakan
air minus es, karena memang udara sangat panas saya rasa. Hari ini adalah hari
sabtu jadi tidak ada KBM hanya ada ibadah dari pagi sampai siang. SD Negeri
Riung dikepalai oleh seorang wanita yang bernama Juliantje Riung atau biasa
kami panggil mama Riung. Riung adalah salah satu Fam atau marga yang ada di
Kepulauan Talaud karena memang di sini semua penduduk aslinya mempunyai marga
mengikuti garis keturunan ayah. Waktu sudah menunjukkan jam pulang, akhirnya
bel pulangpun dibunyikan dan terlihat bel yang dipakai hanya terbuat dari besi
tua yang jauh dari kata layak. Ada salah satu guru nyeletuk mari “mapurette” kening sayapun berkerut dan
guru tersebut mengetahui ketidak tahuan kami apa maksudnya “mapurette” lalu beliau mengatakan “mapurette” sama dengan pulang dan
sayapun tersenyum ketika beliau mengatakan hal tersebut dan ini adalah kata
dalam bahasa Talaud yang pertama saya ketahui.
Akhirnya
kami berdua berjalan bersama kepala sekolah, dewan guru dan kakak-kakak dari
Angkatan II menuju rumah kepala sekolah. Pada malam harinya ternyata ada
perpisahan kakak-kakak SM-3T angkatan II di Gereja kamipun diundang untuk
menghadirinya, ini adalah pertama kalinya saya masuk Gereja. Ketika sudah masuk
ternyata ada kaka-kakak dari angkatan II LPTK Unesa, jadi di Riung ada 4 di
mana 2 orang ditugaskan di SD dan yang 2 lagi ditugaskan di SMP. Tibalah saat
giliran saya memperkenalkan diri, terlihat senyuman masyarakat ketika menjawab
salam yang saya ucapkan, serta kehangatan yang diberikan oleh mereka membuat
diri ini semakin nyaman berada ditengah-tengah mereka. Acarapun ditutup dengan
makan bersama, ketika makan saya berpikir harus berhati-hati, takut mengambil
makanan yang tidak boleh dimakan didalam ajaran Islam yang saya anut. Pada
waktu itu saya hanya mengambil makanan yang terlihat jelas ‘aman’ untuk dimakan
sehingga tidak menimbulkan kecemasan pada diri saya ketika memakannya. Banyak
pilihan makanan yang tersaji karena Talaud dikelilingi lautan jadi ikan lautpun
banyak di meja makan sehingga sayapun ambil ikannya saja.
Di
desa Riung penduduknya semua beragama Kristen Protestan, dan secara keseluruhan
Masyarakat di kabupaten ini mayoritas memeluk agama Kristen Protestan dimana
membentuk 92% dari keseluruhan penduduknya, sisanya 6% Katholik dan 2% Islam.
Pada suatu hari ketika awal-awal di desa pengabdian saya diundang kepesta pernikahan,
acaranya malam hari sekitar jam 7 malam acara mulai, dan akhirnya sampai pada
makan malam. Disaat saya mengambil makan ada yang bilang “engku jangan ambil
yang itu”! sambil menunjukkan hidangan yang tidak boleh saya ambil (engku
adalah sebutan guru laki-laki yang belum menikah) kenapa mama ? ‘itu daging’ di
sana daging diidentikkan dengan daging babi, hampir saja menyentuhnya saya
pikir, mungkin karena ibunya tahu saya seorang Muslim dimana dilarang untuk
memakan daging tersebut, sehingga beliau memberi tahu akan hal tersebut. Ada
juga ketika pesta yang lain bahkan kami yang Muslim meja makannya dibedakan
untuk mempermudah kami mengambil makanan, dan tidak perlu takut untuk memilih
makanan yang tersaji.
Bukan hanya
tentang hal makan saja, ketika di sekolahpun saya diberi kebebasan untuk tidak
masuk mengajar pada hari Jum’at, untuk melaksanakan ibadah sholat jum’at
mengingat perjalanan menuju masjid yang berada di kecamatan Beo yang memakan
waktu lebih dari 2,5 jam dengan jalan yang bergelombang. Sebuah toleransi yang
luar biasa diperlihatkan oleh mereka, walaupun belum lama bertemu, tetapi
mereka memberikan contoh nyata perbedaan yang tidak membuat perbedaan, tetapi
perbedaan yang membuat persaudaraan, inilah Indonesia yang sesungguhnya
Indonesia yang indah dengan keharmonian Bhinneka Tunggal Ika yang tertanam
dalam setiap sanubari meraka.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar